Dari sisi etimologi, Jigsaw berasal dari bahasa Inggris yaitu gergaji ukir, dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah Fuzzle, yaitu sebuah teka teki yang menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini juga mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (jigsaw), yaitu siswa melakukan sesuatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama (Fadhly, 2009).
Salah satu bentuk dari model pembelajaran Kooperatif adalah Jigsaw, yang diprakarsai oleh Aronson, dkk. Aronson, Roeders (dalam Pow-Sang, 2006) menyatakan, Jigsaw terdiri dari pemecahan bahan atau materi ke beberapa bagian. Setiap siswa dalam kelompok Jigsaw harus melakukan salah satu dari bahan atau materi tersebut, yang nantinya akan berakhir dengan integrasi dari semua anggota kelompok.
Selaras dengan Aronson, Yuzar (dalam Isjoni, 2009 : 78) menyatakan, dalam pembelajaran kooperatif jenis Jigsaw siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang, heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas ketuntasan bagian bahan pelajaran yang mesti dipelajari dan menyampaikan bahan tersebut kepada anggota kelompok asal.
Metode Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-rekan sejawatnya (Arends, 2008: 13). Dalam metode Jigsaw para siswa dari suatu kelas dikelompokkan menjadi beberapa tim belajar yang beranggotakan 5 atau 6 orang secara heterogen. Guru memberikan bahan ajar dalam bentuk teks kepada setiap kelompok dan setiap siswa dalam satu kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari satu porsi materinya. Para anggota dari tim-tim yang berbeda tetapi membahas topik yang sama bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam mempelajari topic tersebut. Kelompok semacam ini dalam metode Jigsaw disebut kelompok ahli (expert group).
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Para anggota dari kelompok-kelompok yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (kelompok ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
SINTAKMATIK :
1) Fase ke-1: Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok belajar. Setiap kelompok beranggotakan 5 – 6 orang siswa.
2) Fase ke-2: Guru memberikan materi ajar dalam bentuk teks yang telah terbagi menjadi beberapa sub materi untuk dipelajari secara khusus oleh setiap anggota kelompok.
3) Fase ke-3: Semua kelompok mempelajari materi ajar yang telah diberikan oleh guru.
4) Fase ke-4: Kelompok ahli bertemu dan membahas topik materi yang menjadi tanggung jawabnya.
5) Fase ke-5: Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal masing-masing (home teams) untuk membantu kelompoknya.
6) Fase ke-6: Guru mengevaluasi hasil belajar siswa secara individual.
KELEBIHAN :
1) Memacu siswa untuk lebih aktif, kreatif serta bertanggungjawab terhadap proses belajarnya.
2) Mendorong siswa untuk berfikir kritis
3) Memberi kesempatan setiap siswa untuk menerapkan ide yang dimiliki untuk menjelaskan materi yang dipelajari kepada siswa lain dalam kelompok tersebut.
4) Diskusi tidak didominasi oleh siswa tertentu saja tetapi semua siswa dituntut untuk menjadi aktif dalam diskusi tersebut.
KEKURANGAN :
1) Prinsip utama pola pembelajaran ini adalah ‘peer teaching” pembelajaran oleh teman sendiri, akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan didiskusikan bersama dengan siswa lain.
2) Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan materi pada teman, jika siswa tidak memiliki rasa kepercayaan diri.
3) Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh pendidik dan ini biasanya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelompok tersebut.
4) Awal penggunaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya membutuhkan waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
0 comments:
Post a Comment